Berdasarkan tiga hal yaitu populasi wirausaha,
kesehatan wirausaha dan ranking dalam negara G20.
Dari jumlahnya, populasi wirausaha di Indonesia
baru mencapai 1,65% dari jumlah penduduk. Jumlah ini masih sangat sedikit bila
dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura yang jumlahnya di atas
4%. Dalam hal kesehatan ekosistem kewirausahaan, menurut The Global
Entrepreneurship & Development Index 2014, Indonesia peringkat ke-68 dari
121 negara. Dibandingkan negara-negara G20, The EY G20 Entrepreneurship
Barometer 2013, menempatkan Indonesia dalam kuartil keempat, yaitu kelompok
negara ranking terendah dalam ekosistem kewirausahaan.
Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia, wirausaha
belumlah berperan optimal dalam mendukung perekonomian negara. Padahal
kewirausahaan bisa menjadi jalan strategis dalam upaya mengatasi permasalahan
pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Dengan wirausaha yang berjalan baik,
masyarakat tidak lagi bergantung pada pemerintah karena dapat menyelesaikan permasalahan
ekonominya melalui kreativitas dan inovasi. Wirausaha yang berjalan dengan baik
juga akan menyuburkan iklim investasi sehingga menarik investor dari luar
negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Apalagi Indonesia masih memiliki
banyak sumber daya yang dapat dikelola oleh para wirausaha. ada dua akar
permasalahan yang menyebabkan wirausaha belum berkembang dengan baik di
Indonesia yaitu :
Masalah yang pertama, yaitu
masyarakat Indonesia belum memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap
profesi wirausaha. Masyarakat cenderung lebih menghargai dan menginginkan
profesi lainnya yang dianggap menjanjikan masa depan seperti PNS, dokter,
pengacara, insinyur, arsitek dan beberapa profesi lainnya. Akibatnya generasi
muda sejak dini tidak dikondisikan untuk menjadi wirausaha. Sejak pra sekolah
hingga perguruan tinggi sangat langka ada yang bercita-cita menjadi wirausaha.
Untuk mengatasi hal ini, diperlukan usaha
berbagai pihak untuk lebih menggalakkan kewirausahaan di masyarakat khususnya
kalangan generasi muda. Bahkan bila perlu dimulai sejak pendidikan usia dini
dengan menanamkan kemandirian kepada anak-anak. Di usia sekolah wajib belajar 9
tahun, mulai secara bertahap diperkenalkan dengan dunia kewirausahaan. Bila
memungkinkan agar lebih diperbanyak sekolah-sekolah vokasi atau kejuruan di
seluruh Indonesia yang berbasis keunggulan lokal masing-masing daerah. Dengan
demikian diharapkan ilmu kewirausahaan lebih mudah diaplikasikan. Selain itu
juga pemerintah dan dunia usaha yang mapan harus mendukung baik secara
permodalan, pendampingan maupun regulasi.
Masalah yang Kedua, yaitu adanya
budaya Indonesia yang kurang tepat diterapkan dalam lingkungan wirausaha.
Budaya yang dimaksud adalah budaya kekeluargaan yang bisa dikatakan
penerapannya salah kaprah. Hal ini menyebabkan tercampurnya antara uang untuk
keperluan pribadi dengan uang untuk keperluan wirausaha atau bisnis. Apabila
ada anggota keluarga yang mulai kelihatan sukses sebagai wirausaha, maka akan
menjadi tumpuan keluarga besarnya.
Hal ini berakibat uang yang seharusnya untuk
kelancaran perputaran bisnis, menjadi terpakai untuk keperluan pribadi dan atau
keluarga. Kegiatan usaha pun tidak bisa berkembang dengan pesat, hanya berjalan
lambat dan rentan apabila mengalami permasalahan dalam operasionalnya. Saat
jatuh, akan sulit untuk bangkit kembali atau harus memulai dari nol kembali.
Untuk mengatasi hal ini, maka tidak bisa tidak,
yang bersangkutan harus bisa memilah mana keuntungan yang bisa dipakai untuk
keperluan pribadi dan dishare kepada keluarga besar, mana yang harus tetap
dijaga untuk kelancaran perputaran usaha. Apalagi bila modal usaha juga ada
yang berasal dari pinjaman, bila tidak ketat dan disiplin dalam mengatur
keuangan maka dikhawatirkan akan memundurkan bahkan mematikan usaha. Keluarga
besar juga harus tahu diri dengan tidak serta merta membebani dan mengandalkan
anggota keluarganya yang sedang merintis wirausaha. Bila perlu diberikan
bantuan baik berupa dana ataupun tenaga, minimal membantu dengan doa dan
memberikan semangat. Pemerintah dan pengusaha pun dapat membantu mengatasi
permasalahan ini dengan memberikan pelatihan pengelolaan keuangan dan bila
perlu dilakukan pendampingan agar pelaku wirausaha dapat mengatur keuangannya sebagai
pengusaha kecil dan menengah yang sehat.
Memajukan kewirausahaan di Indonesia memerlukan
dukungan dan peran serta dari semua pihak. Makin banyak masyarakat yang
berwirausaha dan mampu mengembangkan usahanya maka akan berdampak signifikan
terhadap kemajuan perekonomian Indonesia. Para investor makin tertarik
menanamkan modalnya untuk sektor ril, pengangguran dapat diatasi yang sekaligus
mengatasi kemiskinan, dan penghasilan masyarakat yang makin meningkat bahkan
sejahtera membuat lebih mudah untuk memungut pajak.
Di antara berbagai faktor
penyebabnya, rendahnya tingkat penguasaan teknologi dan kemampuan wirausaha di
kalangan UMKM menjadi isue yang mengemuka saat ini. Pengembangan UMKM secara
parsial selama ini tidak banyak memberikan hasil yang maksimal terhadap
peningkatan kinerja UMKM, perkembangan ekonomi secara lebih luas mengakibatkan
tingkat daya saing kita tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga
kita seperti misalnya cina dan Malaysia. Karena itu kebijakan bagi UMKM bukan
karena ukurannya yang kecil, tapi karena produktivitasnya yang rendah.
Peningkatan produktivitas pada UMKM, akan berdampak luas pada perbaikan
kesejahteraan rakyat karena UMKM adalah tempat dimana banyak orang
menggantungkan sumber kehidupannya. Salah satu alternatif dalam meningkatkan
produktivitas UMKM adalah dengan melakukan modernisasi sistem usaha dan
perangkat kebijakannya yang sistemik sehingga akan memberikan dampak yang lebih
luas lagi dalam meningkatkan daya saing daerah.
Krisis
global dunia telah menggagalkan, bahkan membangkrutkan banyak bisnis di dunia.
Di tengah krisis global yang melanda dunia tahun 2008-2009, Indonesia menjadi
salah satu negara korban krisis global, walaupun kita telah belajar dari
pengalaman sebelumnya bahwa sektor UKM tahan krisis, namun tetap saja harus ada
kewaspadaan akan dampak krisis ini terhadap sektor UKM,dan ada beberapa
tantangan UKM dalam menghadapi era krisis global yaitu :
•Tidak
adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi.
Kebanyakan UKM dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik
sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga
dan kerabat dekatnya.
•Sebagian
besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum.
Mayoritas UKM merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris, 4,7%
tergolong perusahaan perorangan berakta notaris, dan hanya 1,7% yang sudah
memiliki badan hukum (PT/ NV, CV, Firma, atau koperasi).
•Masalah
utama yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja adalah tidak terampil
dan mahalnya biaya tenaga kerja. Regenerasi perajin dan pekerja terampil
relatif lambat. Akibatnya, di banyak sentra ekspor mengalami kelangkaan tenaga
terampil untuk sektor tertentu.
•Dalam
bidang pemasaran, masalahnya terkait dengan banyaknya pesaing yang bergerak
dalam industri yang sama, relatif minimnya kemampuan bahasa asing sebagai suatu
hambatan dalam melakukan negosiasi, dan penetrasi pasar di luar negeri.
Dan salah
satu langkah strategis untuk mengamankan UKM dari ancaman dan tantangan krisis
global adalah dengan melakukan penguatan pada multi-aspek. Salah satu yang
dapat berperan adalah aspek kewirausahaan. Wirausaha dapat mendayagunakan
segala sumber daya yang dimiliki, dengan proses yang kreatif dan inovatif,
menjadikan UKM siap menghadapi tantangan krisis global. Beberapa peran
kewirausahaan dalam mengatasi tantangan di UKM adalah:
Komentar
Posting Komentar